Sangkar dan Rantai
Dalam buku Pemulihan Jiwa 4 ini, aku menemukan lagi istilah konsepsi
diri yang ternyata baru kupahami sekarang. Dulu, ketika masih sering
menonton anime, aku tak sengaja menonton salah satu episode anime XXX
Holic. Episode itu bercerita tentang dua orang kakak-adik kembar yang
kepribadiannya sangat berbeda meskipun wajah keduanya sama. Di episode
itu, ditunjukkan bahwa sang kakak adalah orang yang tidak percaya diri,
pemalu, penakut, dan ceroboh. Sementara sang adik adalah orang yang
supel, ceria, berbakat, dan percaya diri. Karakter keduanya ditunjukkan
dalam kejadian-kejadian dalam episode ini. Sang kakak ditunjukkan bahwa
dia selalu pesimis tiap akan melakukan sesuatu, selalu merasa dia tak
mungkin melampaui sang adik yang lebih segalanya dari dirinya. Sang
kakak yang menyukai seorang laki-laki pun, ketika tahu adiknya menyukai
orang yang sama pun langsung mundur karena merasa tak mungkin menang
dari sang adik. Pada episode ini, sang kakak disebut sebagai orang yang
telah terikat kata-katanya sendiri, diilustrasikan dengan benang-benang
yang mengikat dirinya hingga tak dapat bergerak. Ketika itu, sang kakak
yang sudah lelah dengan dirinya yang sekarang, mengajukan permintaan
untuk dapat berubah. Akhirnya sang kakak berhasil mengubah dirinya mulai
dari penampilan hingga kepribadian luarnya. Sang kakak ingin mencoba
banyak hal baru yang dulu selalu takut ia coba. Namun, ternyata sang
adik terlalu khawatir dan meragukan keputusan kakaknya. Sang kakak
terpengaruh ucapan adiknya hingga terjadilah apa yang adiknya takutkan.
Kakaknya berubah kembali seperti dulu yang meyakini bahwa dirinya tidak
bisa apa-apa. Di bagian ini, ditunjukkan bahwa sang kakak adalah orang
yang terikat oleh kata-kata orang lain. Di akhir episode, ada sebuah
kalimat, “Ada dua jenis rantai tak terlihat yang dapat mengikat manusia.
Yang pertama adalah rantai kata-katanya sendiri dan kedua adalah rantai
kata-kata orang lain.”
Episode ini teringat begitu saja olehku
ketika membaca buku Pemulihan Jiwa 4 ini karena menurutku ini sangat
mirip dengan perasaan berada dalam sangkar yang kualami. Rantai dan
sangkar ternyata adalah konsepsi diri negatif dan salah yang tidak
seharusnya kita jadikan konsepsi diri.
Konsepsi diri adalah cara
kita memandang diri kita. Namun, sebenarnya konsepsi diri semata-mata
adalah hasil dari informasi-informasi yang kita dapatkan dari lingkungan
terhadap kita, bagaimana orang lain berpikir tentang kita, bagaimana
orang lain menganggap kita, bagaimana orang lain memosisikan kita,
bagaimana orang lain merasa terhadap kita. Ketika semua itu kita
percayai dan kita jadikan prinsip yang sebenarnya adalah konsepsi diri
(prinsip adalah bahasa membuminya konsepsi diri), kita menjadi mulai
mengonsep diri kita. Konsep diri yang kita punya selanjutnya akan
menentukan perilaku yang kita lakoni, persepsi, pikiran, cara pikir
kita, dan cara kita merasa terhadap dunia luar. Lalu bagaimana jika
semua inputan yang kita ambil untuk membentuk konsep diri kita adalah
hal yang negatif, yang salah dan tidak seharusnya kita ambil? Maka
tentunya konsep diri yang kita bentuk juga menjadi negatif. Konsep diri
yang negatif membuat kita menjalani hidup dengan negatif. Kita disebut
sebagai orang yang tidak bisa melakukan apa-apa oleh orang lain, kita
percaya, dan tiap kali kita mencoba, kita selalu gagal karena yakin
bahwa kita tidak bisa, akhirnya kita semakin yakin bahwa kita memang
tidak bisa. Sama seperti yang terjadi pada sang kakak tadi. Inputan yang
salah yang kemudian menjadi konsepsi diri yang salah adalah seperti
lingkaran setan yang akan terus menguatkan perasaan tidak mampu kita.
Konsepsi diri yang salah yang sudah dibentuk bertahun-tahun lalu tanpa
kita sadari mungkin karena trauma atau kejadian masa lalu tentunya tak
dapat diubah dalam waktu singkat. Tumpukan sugesti-sugesti negatif yang
ditumpuk bertahun-tahun butuh ribuan sugesti-sugesti positif untuk
menetralkannya.
Aku sendiri sadar dan bersyukur saat ini aku
telah diberikan lingkungan yang sangat membantuku mengembangkan konsepsi
diri yang positif. Entah apa saja yang membuatku terkurung dalam
sangkar yang kubuat sendiri ketika dulu. Aku sendiri tidak ingin
berpikir dan menggali terlalu dalam untuk saat ini karena khawatir itu
akan menjadi alasanku untuk memaklumi diriku yang sekarang dan berhenti
memperbaiki diri.
Kini aku sudah dewasa, aku lebih berdaya
terhadap diriku sendiri dibanding dulu ketika aku yang anak-anak
didominasi oleh orang dewasa. Kini aku sudah dewasa, aku harus sadar
bahwa orang dewasa tidak selalu benar. Orang dewasa tetaplah manusia
yang kadang kala ada saat-saat dirinya khilaf. Kini aku sudah dewasa,
aku harus tahu mana hal-hal yang bisa dijadikan konsepsi diri dan mana
hal-hal yang tidak perlu menjadi konsepsi diri karena hal-hal itu keluar
dari orang dewasa yang sedang khilaf. Kini aku sudah dewasa dan aku
harus bisa memilih dan memilah mana inputan yang baik bagiku dan bisa
kujadikan konsepsi diri dengan tetap menerima dengan lapang dada
evaluasi terhadap diriku dari orang lain.
Komentar
Posting Komentar