Hikikomori: Penyakit Anak Muda Abad 21!
Waktu sedang iseng-iseng main ke kamar adek saya, saya ga
sengaja nemu majalah yang dulu pernah saya beli trus saya kasihin ke dia. Dalam
hati saya bilang, “Wah, udah lama ga liat majalah ini.” Lalu akhirnya saya
balik-balik majalah itu dan mulai scanning. Ketika sampai pada halaman agak
akhir, saya melihat kata yang tidak familiar sehingga membuat saya ingin
membaca artikel itu lebih lanjut.
HIKIKOMORI
Ya, judul artikel itu adalah “Hikikomori”. Menurut artikel
itu, hikikomori jika diterjemahkan secara gamblang adalah ‘kemunduran kehidupan
sosial’. Hikikomori adalah suatu dilema besar yang terjadi dalam masyarakat
Jepang ketika banyak remaja mulai menghilang dari masyarakat umum. Kebanyakan
para remaja itu memilih berdiam diri di rumah, mengunci diri di kamar, dan
tidak mau bergaul dengan dunia luar. Kebanyakan kegiatan mereka itu tidur
sepanjang siang, terbangun ketika sore dan terjaga di malam hari hanya untuk
menonton TV, main game, atau online. Kegiatan ini bisa berlangsung selama
berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Beberapa dari mereka memiliki handphone,
komputer, dan internet, tetapi sebagian besar tidak punya teman sama sekali
karena mereka cenderung aktif di dunia maya sehingga hidup mereka di dunia
nyata menjadi mati.
KOK BISA?
Menurut artikel, hikikomori terjadi karena perkembangan
ekonomi Jepang yang luar biasa pada akhir abad ke-20 dan kemajuan teknologi
serta industri. Karena kemajuan ekonomi, teknologi, dan industri itulah, kesibukan
para orang tua di Jepang semakin meningkat sehingga tidak sempat meluangkan
waktu untuk bercengkrama dengan anak-anak mereka yang butuh kasih sayang dan
perhatian dari orang tua mereka. Di saat itulah mereka yang haus kasih sayang
ini mencari pengganti orang tua mereka dengan kemudahan akses informasi dari
internet dari gadget mereka seperti handphone dan komputer, mereka menjadikan
dunia maya sebagai orang tua mereka.
ANALISIS
Menurut para ahli sosiologi dan antropologi, kondisi ini
mungkin disebabkan oleh perubahan kultur sosial yang berlangsung dalam jangka
waktu yang sangat pendek yaitu 2 sampai 3 generasi sejak revolusi Jepang.
Perubahan ini menyebabkan kelainan minor pada kejiwaan orang Jepang yang
tergolong pekerja keras dan individualistis, juga mendewakan industri dan
teknologi yang baru muncul.
Akibatnya, generasi muda pun ikut mendewakan segala teknologi
dan kemudahan akses ke dunia luar dengan segala teknologi yang ada seperti
Playstation, DVD anime dan film, game online, toko online yang menawarkan
segala kemudahan berkomunikasi dan bertransaksi. Tiap orang dapat melakukan segalanya
tanpa harus keluar rumah sehingga mereka semakin malas untuk bergaul dan pergi
ke dunia luar. Keadaan ini akan berakibat pada berubahnya kepribadian mereka
menjadi lebih individualistis dan semakin tidak peduli pada masyarakat dan
lingkungan sekitar.
TANDA-TANDA
Seorang yang menderita hikikomori akan merasa tersiksa bila
harus berhubungan dengan orang lain dan masyarakat luas. Mereka lebih memilih
dan lebih nyaman jika berada sendiri, hidup sendiri, dan melakukan segalanya
sendirian. Mereka tidak suka terikat peraturan, tetapi mereka tidak punya
kecenderungan berbuat kriminal. Mereka juga sulit diberi nasihat dan pengarahan
karena mereka tidak mudah mempercayai orang lain, bahkan kerabat dekat mereka
sekalipun.
BAGAIMANA DENGAN KITA? (MY OPINION)
Bagaimana dengan generasi muda di Indonesia? Apakah kita
juga mengalami fenomena yang sama dengan generasi muda di Jepang?
Kemajuan teknologi dan informasi sudah terjadi di hampir seluruh
belahan dunia, Indonesia pun tidak luput dari itu. Gadget-gadget bergengsi dan
mewah sudah banyak ditenteng dan digenggam oleh bahkan anak SD sekalipun.
Sekarang semua sudah bisa mengakses internet, semua sudah bisa mengetik SMS,
dan sebagian besar rumah dengan ekonomi menengah ke atas sudah punya TV.
Generasi muda Indonesia sekarang sudah dimanja oleh segala gadget-gadget ini.
Tahukan kalian kalau Indonesia adalah pengguna Facebook
terbanyak ketiga setelah Amerika Serikat dan India? Dan siapakah kalangan
masyarakat pengguna Facebook terbanyak? Ya, jawabannya adalah generasi muda,
mulai dari anak SD hingga mahasiswa. Lalu, adakah mahasiswa yang seharusnya
fokus pada masa depannya dan mulai serius menempuh pendidikan tapi malah
kecanduan game online sehingga hampir di-DO dari kampus? Huehehe, banyak.
Sebelumnya, waktu saya membaca artikel di majalah itu, saya
merasa ada indikasi hikikomori dalam diri saya dan adek-adek saya. Dulu saya
merasa lebih suka mengerjakan segala sesuatunya sendiri, tidak suka kerja
kelompok, apalagi berada di tengah-tengah komunitas besar. Adek saya yang
pertama kecanduan main Playstation dan adek saya yang paling kecil menghabiskan
waktu dari pulang sekolah sampai maghrib hanya untuk nonton Anime di
chanel anime TV berlangganan (pasti tau
lah apa nama chanelnya =.=).
Nah, beberapa contoh di atas sudah merupakan indikasi
masuknya fenomena ini ke generasi muda di Indonesia. Yang membahayakan dari
fenomena ini adalah orang yang mengalaminya kemungkinan besar tidak akan punya
kompetensi untuk menjalani kehidupan di dunia nyata seperti berorganisasi,
membangun relasi, bahkan menikah! :O
Ditambah lagi, perilaku seorang hikikomori menurut saya sekarang
hanyalah mengikuti hawa nafsu dan hanya menyemaikan sifat malas. Kita sengaja
memenuhi diri dengan keinginan-keinginan egois dan menutup diri dari dunia luar
padahal kita punya potensi untuk membangun peradaban. Malah, kalau kita
lama-lama dalam perilaku ini dan tidak segera keluar, kita bisa merepotkan
orang lain dan jadi budaknya setan,
hiii! Makanya saya cepat-cepat keluar dari lingkaran ini begitu tahu
bahayanya.
Tapi jangan khawatir, supaya kita tidak terserang
hikikomori, pola pikir kita harus diubah, kita harus sadar bahwa menyukai
sesuatu secara berlebihan alias kecanduan itu tidak baik. Jangan sampai kita kecanduan Fesbukan,
Twitteran, Koprolan (tau kan ada social network yg namanya Koprol? :P)
sampe-sampe lupa makan, lupa mandi, dan lupa memenuhi panggilan alam, hehe. Jangan
mendewakan teknologi dengan lebay sampe-sampe kalau ada gadget baru keluar di
BEC, harus langsung beli bagaimanapun caranya. Ingat, teknologi itu dibuat
sebagai pesawat sederhana yang memudahkan urusan kita, bukan malah
mengendalikan hidup kita. :P
Jangan sampai kita tidak punya rasa kepedulian terhadap
orang-orang di sekitar kita terutama keluarga dan teman. Perbanyak aktivitas
yang membutuhkan komunikasi dengan orang lain bisa jadi cara untuk menumbuhkan
kepedulian terhadap orang lain. Belajarlah untuk sedikit menuntut dan
memperbanyak memberi dan berkontribusi untuk kepentingan orang banyak. Dengan ini,
insya Allah hikikomori tidak akan menyerang kita, hehe. :D
Sumber: Majalah Advance vol. 07/2005 hal. 70, Kompas.com
nice mbak :)
BalasHapusizin share nggih..