Tidur Berkualitas: Indikator Kesehatan Mental Baik

Terlambat hadir setengah jam di seminar online Membasuh Luka Pengasuhan sesi 2, ketika hadir langsung disuguhi topik yang hmm banget. Apa pasal? Teh Diah bilang bahwa indikator kesehatan mental bagus adalah tercukupinya waktu tidur terutama di waktu deep sleepnya dengan indikator bangun tidurnya bugar. Jadi kalau tidur sudah lama, misal mencukupi 6-7 jam sehari tapi bangun tidur masih merasa tidak bugar, kemungkinan waktu deep sleepnya tidak mencukupi.

  

Pas denger itu saya langsung jleb dong. Apa pasal? Saya sering merasa sulit tidur dan kalau bangun pagi masih merasa lelah dan ngantuk. Sebelumnya saya pikir ini faktor kebiasaan. Dari jaman sekolah kadang tidur larut mengerjakan tugas, di hari libur terkadang begadang nonton atau baca komik, sampai waktu mahasiswa pun sudah tidak kesulitan lagi begadang untuk belajar ataupun mengerjakan laporan. Jadi terkadang saya jam 6 sore ngantuk, tapi giliran anak-anak sudah tidur jam 9 malam, saya malah cenghar. Beda banget sama suami yang pelor (nempel bantal langsung molor). Bahkan kalau lagi ngeboboin anak, sering juga suami yang tidur duluan, akhirnya saya juga yang boboin anak.

Awalnya merasa bangga ya bisa begadang. Tapii habis denger paparannya Teh Diah, langsung patah hati. Oh ternyata justru kebiasannya suami yang lebih sehat huhu. Jadi, untuk mental health yang lebih baik, Teh Diah menyarankan tidur malam antara 6-7 jam, dengan waktu deep sleep minimal 3 jam, juga sudah masuk deep sleep sebelum jam 12 malam. Jika dijalankan, insya Allah bangun tidur bugar dan mood di pagi hari akan baik sehingga semangat untuk sibuk seharian.

Inti dari semol MLP ini sebenarnya adalah saling sharing berbagai metode psikoterapi untuk Membasuh Luka Pengasuhan dari para bunda pejuang MLP. Dari Teh Diah sendiri mengungkapkan bahwa psikoterapi untuk perbaikan mental yang pertama kali adalah dengan katarsis. Katarsis adalah jalan untuk meluapkan, mengeluarkan, mengalirkan segala kegelisahan, insecurity, dan kekhawatiran yang mana sering tertahan, terpendam, terkubur karena kultur orang Indonesia sendiri yang agak tertutup jika berbicara mengenai emosi.

Teknik katarsis yang dibahas di semol MLP ini ada 3 yaitu teknik empty chair, teknik writing expression therapy, dan anger management therapy. Empty chair adalah teknik flashback/ kembali mengingat kenangan menyakitkan di masa lalu dengan orang tertentu. Caranya adalah dengan membayangkan ada kursi di hadapan kita, lalu bayangkan ada orang penyebab kenangan menyakitkan itu kita dapatkan. Katakan pada orang di kursi tersebut apa saja yang ingin kita katakan dan jangan ditahan/diperhalus, ungkapkan saja dengan frontal untuk mengeluarkan unek-unek yang selama ini tertahan. Setelah puas mengeluarkan unek-unek lalu kita bisa berperan sebagai orang di kursi tersebut dan berbicara dengan kata-kata yang ingin kita dengan dari orang tersebut.

Teknik writing expression adalah seperti yang sering kita tahu yaitu writing for healing. Caranya pun beragam, bisa dengan menulis di buku harian, menulis puisi, menulis jurnal emosi, menulis unek-unek di halaman kiri dan menulis hikmah di dan hal positif di halaman kanan, menulis cerita fiksi dengan tokoh imajinatif, dan sebagainya. Meskipun caranya beragam, kunci dari menulis sebagai healing ini adalah menulis yang memang sesuai dengan kebutuhan kita yaitu untuk healing, untuk membasuh luka, bukan semata hanya untuk menyenangkan pembaca. Sedangkan teknik anger management adalah teknik-teknik yang juga dibahas di buku Anger Management seperti teknik tapping dan butterfly hug.

Balik ke masalah tidur. Saya sadar masalah saya sulit tidur adalah kecemasan dan kekhawatiran. Tiap mau tidur suka kepikiran ini itu juga ada penyesalan di hari ini, padahal badan dah capek, mata dah ngantuk, tapi otaknya jalan terus. Alhamdulillah, dengan sekali psikoterapi online dengan Teh Diah, keluhan tidur langsung membaik. Perjalanan menjemput mental health yang lebih baik saya tentu masih panjang. Tapi alhamdulillah biidznillah dengan bantuan Teh Diah, sejak awal jadi Duta Kesehatan Mental Dandiah, ikut Workshop dan baca Buku Anger Management, baca buku Trilogy Positive Parenting, projective test dan assessment TM, sampai konseling pribadi, semakin ke sini terasa semakin membaik. Jadi inget dulu sekali waktu awal sebelum jadi Duta Kesehatan Mental Dandiah, waktu ikut kulwap Kenal Diri sama Teh Nisrin, motivasi saya ikut kulwapnya adalah supaya saya bisa punya mimpi dan bangun pagi dengan penuh motivasi menjalani hidup haha.

Dari sharing para narasumber dan dari Teh Diah juga, ternyata berbagai macam teknik katarsis ini belum tentu cocok dengan semua orang. Tiap orang akan punya teknik yang khas dengan dirinya. Contohnya saya dulu sekali pernah mencoba teknik empty chair tapi saya tak bisa all out karena merasa tidak patut meluapkan emosi di depan orangnya meskipun hanya bayangan. Tapi saya suka dan sering sekali menulis, dengan menulis saya bisa menguras pikiran saya yang selalu terlalu banyak berpikir, dengan menulis saya juga bisa mengurai benang kusut tiap kali merasa punya masalah, dengan menulis saya bisa blak-blakan sekali sampai kalau sekarang membaca lagi diary jaman dulu rasanya sampai malu sendiri. Ketika mengikuti workshop Anger Management dan saat psikoterapi pribadi dengan Teh Diah juga saya merasa lebih lega dengan teknik tapping dan butterfly hug.

Hanya membaca semua tulisan saya tentang mental health saja mungkin tidak bisa terasa apa-apa. Ya saya juga awalnya demikian sampai akhirnya merasakan sendiri ikut agenda-agenda Dandiah Care Center sampai diterapi dengan Teh Diah. Sejak itu, rasanya sedikit demi sedikit rasa diterima, rasa dimengerti, rasa dihargai, rasa dibutuhkan, rasa dipedulikan, rasa berdaya dan berarti mulai terpenuhi. Sampai ingin bilang ke diri sendiri, nikmat mana yang kamu dustakan teh ya Allah.

Mungkin menurut beberapa orang apa yang saya jalani ini agak berlebihan karena bandingannya adalah orang-orang yang juga punya masa lalu kurang menyenangkan tapi saat ini merasa dirinya baik-baik saja. Saya bahkan sempat berpikir bahwa keadaan saya yang seperti ini ya sudah takdir, sudah bagian dari diri saya, tidak bisa juga jadi berubah drastis. Tapi jika dengan membasuh luka pengasuhan bisa menjemput kesehatan mental yang lebih baik dan bisa menjadi lebih bahagia, distress-free, lebih ikhlas, lebih lepas, mengapa tidak? Membasuh luka pengasuhan bukan ajang mencari alasan untuk menyalah-nyalahkan orang tua, melainkan untuk memudahkan urusan mereka di akhirat dengan memaafkan mereka terlebih dahulu. Dan yang terpenting, membasuh luka pengasuhan adalah proses untuk melepaskan nyeri sehingga kita bisa melakukan salah satu amalan calon ahli surga yaitu memaafkan siapa saja yang menyakiti kita hari itu sebelum tidur malam. Wallahu a'lam bishowaab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 2

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 1

Teh Diah Mahmudah: Penulis Buku Anger Management yang Inspiratif