Rendah Diri adalah Buah Luka Pengasuhan


Dari kulzoom Membasuh Luka Pengasuhan dijelaskan bahwa tema-tema luka pengasuhan unwanted child, bullying, dan sibling rivalry erat hubungannya dengan harga diri anak. Unwanted child tidak selalu identik dengan anak dari kehamilan yang tidak diinginkan, tapi bisa juga dengan kurangnya waktu orang tua dengan anaknya misalnya karena pekerjaan, atau karena sibuk dengan adiknya yang lebih kecil, atau bisa juga dengan seringnya dititipkan ke nenek kakeknya atau kerabat keluarga lain. Apa saja yang membuat anak merasa dirinya tidak diinginkan adalah tema unwanted child. Apa akibatnya jika anak sudah merasa tidak diinginkan? Anak akan merasa dirinya tidak cukup berharga dan merasa rendah diri.

Tema luka pengasuhan bullying juga tidak selalu berasal dari teman. Kasus bullying di sekolah justru awalnya berasal dari rumah. Menyebut nama anak dengan sebutan buruk dan sering memukul dan mencubit secara tidak sadar adalah salah satu bullying secara verbal dan fisik dari rumah. Jika hal ini terjadi berkelanjutan, harga diri anak akan semakin rendah, di sekolah pun akan terlihat sebagai anak yang inferior dan akan mengundang anak-anak lain untuk mem-bully-nya.

Tema luka pengasuhan sibling rivalry pun secara tidak sadar sering dilakukan orang tua pada anaknya yang akan berefek buruk pada harga diri anak. Sibling rivalry juga tidak selalu anak dibandingkan dengan saudara kandungnya, bisa jadi anak dibandingkan dengan temannya, sepupunya, atau mungkin tetangganya. Tidak ada seorang pun yang senang dibanding-bandingkan dengan orang lain. Dalam sibling rivalry ada yang menjadi anak emas dan anak tiri. Anak tiri akan merasa sangat rendah diri karena merasa dirinya tidak lebih baik dari anak emas. Sedangkan anak emas mungkin awalnya akan senang karena merasa lebih baik dari anak tiri, tetapi lama-lama anak emas akan merasa lelah karena terus menerus mengejar prestasi-prestasi cemerlang, bahkan tidak jarang menjadi tidak bisa menoleransi kegagalan dan menjadi perfeksionis.


Kulzoom Membasuh Luka Pengasuhan
Dalam kulzoom kemarin, hadir 3 orang bunda dan calon bunda yang menceritakan pengalamannya membasuh luka pengasuhan. Salah satu calon bunda didiagnosa mengalami depresi, berkali-kali melakukan percobaan bunuh diri karena merasa dirinya sangat tidak berharga, tidak ada yang menginginkan dirinya. Penyebabnya diawali dari retaknya pernikahan kedua orang tuanya dan berlanjut dengan lepasnya dirinya dari pengasuhan orang tuanya. Meskipun sudah mencari tahu keberadaan orang tuanya, sudah memahami apa yang terjadi dengan mereka dan memaklumi. Namun, rasa sakit itu masih ada dalam hati. Calon bunda ini adalah sosok yang tegar, bahkan ia memperjuangkan pendidikan dan mimpinya di saat tidak ada yang mau membiayai. Namun, luka pengasuhan yang belum diproses itu membuatnya sangat jatuh terpuruk ke dalam lubang keputusasaan saat mengalami kegagalan kecil.

Kisah dari satu bunda yang lain, ia mengalami kekerasan dalam rumah tangga dan tidak pernah merasa bahagia dalam pernikahannya karena merasa tidak berdaya dengan dirinya. Ia perlu bantuan orang lain untuk berani keluar dari hubungan pernikahan yang tidak sehat itu.

Satu bunda lainnya tidak memiliki ketertarikan dengan laki-laki karena satu kalimat dari ibunya yang terus diulang-ulang bertahun-tahun dalam hidupnya. Ia juga tidak merasakan kedamaian di rumah.

Rasanya sedih dan miris, betul-betul kejadian buruk yang dialami ketiga narasumber di masa dewasanya ternyata ada pengaruhnya dari luka pengasuhan di masa kecil yang tentunya mungkin tidak disadari oleh orang tua narasumber masing-masing. Bahkan mungkin para orang tua narasumber juga adalah korban luka pengasuhan dari orang tua mereka. Inilah mengerikannya lingkaran setan luka pengasuhan yang akan terus diwariskan dari generasi ke generasi jika tidak diputus di kita. Kita adalah generasi yang telah mendapatkan akses keilmuan ini, kitalah yang harus memutuskan lingkaran setan itu.

Berat sudah pasti. Bayangkan bagaimana sulitnya kita sebagai bunda dan calon bunda yang mungkin memiliki luka pengasuhan, harus bisa sadar untuk tidak mengulang pola asuh yang sama kepada anak-anak kita kelak. Sedangkan menjadi istri dan ibu itu melelahkan dan akan ada banyak sekali pemantik emosi yang akan menyebabkan kita secara otomatis lagi mengeluarkan pola-pola pengasuhan jaman dulu. Bahkan ketika kita merasa sudah memaafkan dan memaklumi orang tua kita, tubuh kita mungkin masih memiliki ingatan akan perlakukan orang tua kita dulu yang mungkin akan sekali-sekali terpicu. Atau bahkan ketika orang tua kita sekarang sudah berubah dan tidak lagi seperti dulu, kita masih bisa merasakan jarak itu dengan orang tua.

Jika ada bunda yang merasa risih sekali disentuh dan ditempelin anak, mungkin di masa kecilnya ia jarang dipeluk. Jika ada bunda yang sangat terganggu dengan suara berisik anak-anak, mungkin di masa kecilnya ia selalu disuruh diam dan dilarang berisik. Jika ada bunda yang merasa risih dan aneh dengan sikap suami yang perhatian dan romantis, mungkin di masa kecilnya ia tidak pernah melihat ayahnya melakukan itu pada ibunya.

Membasuh luka pengasuhan bukan hanya tentang ikhtiar melepaskan nyeri dalam hati kita untuk bisa memaafkan orang tua sehingga kita bisa lebih maksimal mengeluarkan potensi kita sebagai istri dan ibu. Membasuh luka pengasuhan juga adalah sebuah titik awal memutus lingkaran setan luka pengasuhan pada generasi setelah kita agar mereka menjadi generasi yang lebih baik dan lebih kuat. Inilah jalan perjuangan kita untuk meraih ridho Ilahi, jalan yang sangat terjal dan berliku, namun insya Allah berganjar surga bagi yang ikhlas menjalaninya.
Buku Membasuh Luka Pengasuhan



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 2

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 1

Teh Diah Mahmudah: Penulis Buku Anger Management yang Inspiratif