Algoritma Ujian

Pernah merasa dapat masalah/ujian/cobaan hidup di ranah yang sama terus? Pernah berharap seandainya kita diciptakan berbeda dari kita yang sekarang supaya tidak mengalami masalah tersebut? Aku pernah.

Ternyata algoritma ujian hidup itu luar biasa. Allah pembuatnya. Ya Allah sudah bilang bahwa setiap orang beriman akan diuji. Allah juga bilang kita akan diuji tidak melebihi batas kemampuan kita. Tapi ternyata kita juga tidak akan diuji di hal-hal yang tidak akan menjadi ujian untuk kita. Makanya ujian orang berbeda-beda. Jika kita kenali diri kita sendiri dan sadari bahwa saat ini sedang terjadi ujian untuk kita, maka kita akan tahu harus apa.

  

Kalau pakai konsep TM, misalnya orang yang bakat includernya tinggi akan diberi ujian dengan rasa kesepian karena tidak bisa berkumpul dengan kawan-kawan, hal ini tidak menjadi ujian untuk yang bakat includernya rendah. Lalu kalau orang yang bakat maximizernya tinggi akan diberi ujian dengan dorongan bakatnya itu untuk mengurusi segala hal dengan maksimal bahkan untuk hal sepele sehingga membuat pusing dan burnout saking banyaknya pikiran. Orang dengan bakat significance tinggi juga akan menderita kalau dirinya tidak diperhatikan banyak orang, tentunya tidak akan jadi ujian untuk orang yang significancenya rendah. Ternyata TM tidak hanya bisa menjelaskan tentang bakat dan kelemahan, tapi bisa lebih jauh lagi tentang ujian hidup manusia yang terpersonalisasi sesuai dengan TMnya. Itulah sebabnya terkadang ujian seseorang itu berkisar di hal itu terus. Ya karena Allah ciptakan kita dengan bakat dan kelemahan yang demikian dan potensi ujiannya.

Pernah terpikirkan bagaimana jika hasil TM digunakan seseorang untuk menjadi pembenaran atas dirinya? Misalnya seseorang punya bakat includer tinggi dan merasa sudah dorongannya untuk kumpul-kumpul dengan kawan-kawannya baik laki-laki atau perempuan tanpa adanya batas interaksi. Atau misalnya ada seorang yang bakat relatornya rendah sehingga dia merasa tak akan bertahan dalam ikatan pernikahan sehingga menjadi pembenaran untuk tidak menikah. Orang-orang seperti itu meyakini bahwa dia sudah Allah ciptakan seperti itu sehingga bukan salahnya jika dia berbuat dosa di ranah itu. Tapi ternyata pemahaman ini salah. Justru ujian kita berada di ranah di mana kita berpotensi mudah berbuat dosa. Allah ingin menguji seberapa kuat kita tidak mengikuti dorongan itu. Allah ingin menguji seberapa teguh kita berjuang menuju Allah.

Dan yang terpenting, besar kecilnya ujian bagi seseorang tidak bisa dibandingkan dengan orang lain. Karena masalah yang dialami bukan menjadi ukuran besar kecilnya ujian itu, melainkan rasa berkorban dan derita yang dirasakan saat mengalami ujian. Mungkin apa yang dirasakan seorang yang tinggi intellectionnya saat hanya berkutat dengan rutinitas sebagai ibu rumah tangga sama dengan apa yang dirasakan seorang yang tinggi self-assurancenya tetapi tidak memiliki kesempatan untuk mengatur hidupnya sendiri.

Hidup ini sejatinya ujian untuk semua orang. Semua orang sedang berjuang dengan jalannya masing-masing. Saling menguatkan, tidak menghakimi, dan lebih percaya dengan kekuatan diri adalah yang kita semua butuhkan. Karena dalam diri kita, Allah berikan ujian dan solusinya sekaligus, seperti Allah ciptakan sepaket bakat dan kelemahan.

*renungan beberapa hari terakhir terinspirasi dari postingan beberapa orang teman

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 2

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 1

Teh Diah Mahmudah: Penulis Buku Anger Management yang Inspiratif