Nurturing Yourself while Raising Your Child




"Menjadi istri dan ibu itu tidak mematahkan potensi, justru kita bisa memaksimalkannya jika benar mengelolanya." - Teh Nisrina (Praktisi Talents Mapping)

"Nurturing yourself while raising your child." - Dari sebuah quote di IG

Situasi lockdown membuat kita semua mau tidak mau kembali ke rumah dan berhenti sejenak dari segala kesibukan dunia yang tiada henti. Bulan Ramadhan dalam situasi lockdown pun mengajarkan kita untuk khusyuk -- be present -- hadir jiwa dan raga di sini dan saat ini. Meskipun ada yang mengutuk keadaan, namun tak sedikit yang mencoba mencari arti dan mengambil hikmah di balik pandemi ini. Banyak orang mulai mempertanyakan apa yang paling penting dalam hidup ini. Tak sedikit pula yang kembali melihat ke dalam diri dan merenungkan apa yang sebenarnya diri ini cari. Momen lockdown ini, bertepatan dengan tahun pernikahan kami yang keempat, alhamdulillah menjadi momen yang pas untuk berhenti sejenak menarik napas dan sedikit melihat ke belakang.

Sejak tahun pertama pernikahan, alhamdulillah Allah beri saya kesibukan yang memberdayakan, yang melatih, yang menguji. Bekerja, lalu menikah, langsung hamil sambil bekerja, melahirkan, menyusui, mengasuh bayi sambil belajar parenting dan segala hal perbayian, tinggal mandiri bersama suami dan mengurus segalanya sendiri, kuliah S2 sambil ngasuh, hamil lagi sambil shock sambil ngasuh juga, melahirkan secara VBAC, menyusui lagi, dan mengasuh 2 anak sambil kuliah. Empat tahun yang sekarang rasanya tak terasa tapi ketika dijalani rasanya sangat lama. Apakah bahagia menjalani peran ini? Jawabannya terkadang ya dan terkadang tidak. Saya pun terkadang bertanya-tanya bagaimana mungkin menjadi istri dan ibu itu rasanya bisa sangat nano-nano, terkadang sangat bahagia tapi terkadang bisa sangat terpuruk. Saat bertanya-tanya mengenai polanya, alhamdulillah Allah tunjukkan jalannya.

Dua quote di awal tulisan adalah awal perenungan saya di tahun keempat pernikahan ini. Nurturing yourself while rising your child artinya secara bahasa adalah kita harus mengasuh diri kita sendiri juga ketika kita membesarkan anak-anak. Maksudnya apa? Mengasuh, mendidik, dan membesarkan anak-anak itu butuh sumber daya yang sangat besar, sumber daya itu berupa pikiran, waktu, dan tenaga. Seorang istri atau ibu adalah pusat keluarga, pusat semua energi itu. Untuk dapat mengeluarkan semua sumber daya itu, seorang ibu/istri harus sehat jiwa dan raga selalu, istilahnya harus selalu memiliki gelas kasih sayang yang penuh untuk dibagi-bagikan kepada suami dan anak-anaknya. Lalu, apakah mungkin seorang istri/ibu sehat jiwa raganya selalu? Apalagi dalam menjalani salah satu pekerjaan yang sulit dan sibuk mungkin tanpa bayaran sedikitpun. Karena itulah seorang ibu perlu mengasuh dirinya sendiri agar gelas kasih sayangnya selalu penuh.

Apakah maksudnya mengasuh diri sendiri ini sama dengan me time? Resfreshing supaya bisa tempur lagi dengan rumah dan anak-anak? Awalnya saya pikir juga demikian, ya kalau sudah jadi ibu memang perlu ada waktu untuk diri sendiri sejenak supaya tidak jenuh dengan rutinitas. Mungkin ada yang me timenya nonton drakor, ada yang window shopping ke mall, ada yang karaokean, ada yang scrolling medsos dan marketplace, ada yang jajan-jajan, dan sebagainya. Beberapa hal di atas juga saya lakukan sebagai me time. Tapi ternyata kenapa ya saya merasa masih ada yang kurang? Masih hampa rasanya setelah me time dan malah semakin tidak produktif untuk membersamai anak-anak? Yang ada saya malah menyebarkan energi negatif ke keluarga. Di sinilah saya bertemu dengan Teh Nisrina dalam Kulwap Kenal Diri Selama Corona. Talents Mapping yang ah padahal sudah tidak asing lagi bagi saya yang pernah asesmen sewaktu SMA dulu dan bahkan sewaktu ikut Matrikulasi IIP ternyata sangat berdampak pada diri jika berhasil memahaminya dan mengerti cara menggunakannya. Ternyata inilah yang saya butuhkan, lebih mengenali diri sendiri menggunakan bantuan asesmen bakat. Membongkar-bongkar hasil asesmen lama saya 10 tahun lalu ternyata tidak banyak berubah dengan sekarang. Bakat nomor satu saya adalah intellection yang artinya adalah senang berpikir, merenung sampai mendalam. Akhirnya saya tahu apa yang saya butuhkan. Me time saya bukanlah semua yang banyak orang lakukan itu, tapi kebutuhan saya akan ilmu dan waktu yang memadai untuk dapat memahami dan merenunginya. Memang sejak punya anak saya tidak lagi punya banyak waktu untuk membaca buku selain buku anak-anak. Pengetahuan tentang perawatan bayi dan parenting hanya browsing di google saja karena tidak sempat membaca satu buku sampai tuntas (meskipun bukunya ada di lemari).

Akhirnya saya tahu, mengasuh dirinya sendiri di sini maksudnya adalah melakukan hal-hal yang membuat kita berdaya, hal-hal yang memfasilitasi bakat-bakat kita. Hal-hal itu jika dilakukan akan membuat percaya diri, harga diri, dan nilai diri kita meningkat yang pada akhirnya akan dapat mengisi penuh gelas kasih sayang kita. Lebih jauh lagi bahkan kita bisa menggunakan bakat-bakat kita dalam menjalankan sistem rumah tangga supaya selalu menjalani kehidupan pernikahan dengan enjoy. Ya karena menjadi istri dan ibu itu tidak mematikan potensi kita, justru kita dapat memaksimalkannya dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah kita tak bisa membandingkan ibu ini lebih baik dari ibu itu. Semua orang bisa membuat sistem rumah tangganya masing-masing yang paling sesuai dengan bakat mereka. Bagaimana jika ada yang bukan bakat kita dalam keseharian? Ya maka cari bantuan dan delegasikan ke pihak lain, baik itu ke suami ataupun pihak ketiga. Misalnya ada seorang ibu yang tidak hobi memasak tapi senang menata rumah ya tidak perlu memaksakan untuk selalu memasak tiap hari, ada kalanya beli masakan jadi atau pesan online.

Satu lagi tentang mengasuh diri sendiri selain melakukan hal yang membuat kita berdaya adalah mengatasi hal-hal yang membuat kita tidak berdaya, misalnya ada trauma pengasuhan masa lalu atau innerchild. Penting untuk selalu berusaha menyembuhkan innerchild. Saya sendiri pun masih berusaha memutus rantai pengasuhan yang tidak baik dengan berdamai dengan innerchild karena anak-anak berhak mendapatkan semua yang terbaik dari orang tuanya. Bukanlah mereka yang meminta dilahirkan, tapi orang tuanya lah yang menginginkan mereka.

In frame: Ini benang yang awalnya kusut dimainin anak, sedikit demi sedikit diurai dan digulung ulang menjadi rapi dan teratur seperti ini oleh tangan yang ternyata memiliki bakat dicipline -- senang dalam kondisi yang teratur, terstruktur, dan terencana.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 2

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 1

Teh Diah Mahmudah: Penulis Buku Anger Management yang Inspiratif