ANTARA INGIN DAN SIAP MENIKAH



Buat para remaja yang sudah tidak memasukkan lagi kata pacaran dalam kamus hidupnya tentu berbeda dengan teman-teman yang masih pacaran (psst, mereka jangan dijauhi ya, tapi harus diberi pencerahan). Lalu, jika tak ada kata pacaran, tentunya yang terpikirkan selanjutnya oleh para remaja ini adalah ta’aruf lalu nikah! Tak ada yang salah dengan hal tersebut, justru baik karena tak terlintas lagi niatan untuk bermasiat. Nah, tapi ternyata ada dua jenis orang yang berpikir tentang menikah, yaitu orang yang ingin menikah dan orang yang siap menikah. Bedanya apa sih?

Orang yang ingin menikah hanya berpikir bahwa menikah itu enak karena nanti sudah tidak jadi jomblo lagi, nanti tidur ada yang menemani, nanti ada seseorang yang merawat dan memberi perhatian, nanti pasti jadi bahagia, dan seterusnya. Sedangkan orang yang siap menikah adalah orang yang sudah tahu dan paham enak dan tidak enaknya menikah dan meskipun ada tidak enaknya, orang ini bersedia menanggung resiko dari pernikahan.

Mindset antara ingin dan siap menikah ini sangat penting sebelum kita serius untuk menjalani pernikahan. Perlu dipahami dan direnungi bahwa menikah itu bukan hanya berisi yang enak-enak saja, tapi juga banyak tidak enaknya. Bagi laki-laki, setelah menikah ia harus siap bekerja keras banting tulang memberi nafkah untuk istri dan anak-anaknya. Ia jugalah yang akan menanggung dosa keluarganya sehingga ia harus menjaga istri dan anak-anaknya terhindar dari panasnya api neraka. Bagi perempuan, setelah menikah ia harus mengutamakan kepatuhan pada suami dibanding orang tua dan keluarganya. Ia juga harus menanggung lelah dan payahnya mengandung, melahirkan, dan mendidik anak.

Meski demikian, jangan takut juga untuk menikah karena di balik tidak enaknya menikah, banyak ladang pahala yang tersedia. Makanya menikah dinamakan menyempurnakan setengah dien. Setelah menikah, bahkan suami yang memandang istri dengan penuh cinta dan kasih sayang saja sudah dihitung pahala. Apalagi perjuangan seorang perempuan untuk melahirkan, terhitung jihad setara laki-laki yang pergi berperang! Tapi yang terpenting, menikah adalah sunnah Rasul yang sangat dianjurkan untuk diamalkan bagi yang sudah memiliki kemampuan.

Menikah adalah ibadah dan ibadah tidak bisa dilakukan sembarangan. Jadi, persiapkanlah diri sebaik mungkin untuk melaksanakan ibadah yang hanya sekali seumur hidup ini. Banyak cara yang bisa dilakukan seperti membaca buku, mengikuti kajian dan ta’lim, mengikuti program SPN, bahkan konsultasi dengan teman atau kerabat yang sudah menjalani. Namun, jika kita tidak benar-benar merasa siap untuk menikah meskipun sudah banyak mempersiapkan diri, itu hal yang wajar dan di saat itulah waktu yang tepat untuk berserah diri hanya pada Sang Pemilik Hati.

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  7. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 2

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 1

Senna's VBAC Story