Tentang Mahasiswa ITB
Seorang
dosen kimia fisik yang mengajar kelasku hari ini berkata bahwa ada pengamat
dari perancis datang ke ITB dan mengamati kinerja mahasiswa dan dosen di sini.
Setelah lama berkeliling dan mengamati, akhirnya dia membuat kesimpulan bahwa
ITB adalah kampus yang sangat aktif mengadakan kegiatan, seluruh massa
kampusnya mulai dari mahasiswa maupun dari dosennya sangat aktif. Hal tersebut
dinilai baik oleh pengamat tersebut. Namun, melihat aktifnya kampus ITB itu,
pengamat tersebut berkata, "Dosen dan mahasiswa ITB sangat aktif
sampai-sampai tidak ada waktu untuk berpikir dan mengerjakan riset!"
Riset!
Itulah yang menjadi permasalahan kampus ITB sekarang ini. Semua mahasiswa dan
dosennya berlomba-lomba membuat acara dan tak ada waktu bagi mereka untuk
sekedar duduk diam dan berpikir. Universitas-universitas lain di Indonesia
membuat banyak riset dan paper sementara di ITB, papernya dapat dihitung jari.
Jumlah mahasiswa yang mengirimkan proposal untuk turut serta dalam PKM pun
masih terbilang sedikit. Lebih jauhnya lagi, jumlah paper yang Indonesia
sumbangkan untuk dunia pun terhitung sangat sedikit. Jika kampus nomor satu di
Indonesia saja masih terhitung jumlah papernya, tak heran ITB tak dapat menjadi
kampus teknik berskala dunia yang dapat disandingkan dengan MIT ataupun Todai.
Ketika baru
memasuki dan merasakan dunia kampus, para freshmen alias mahasiswa baru sering
mendengar bahwa menjadi mahasiswa sebaiknya jangan hanya kupu-kupu alias
kuliah-pulang kuliah-pulang. Mahasiswa harus aktif dalam kegiatan kemahasiswaan
karena mahasiswa merupakan harapan masyarakat dan bla-bla-bla. Dari kata-kata
tersebut dan dari suasana kampus yang memang sudah terlihat aktifnya para
mahasiswa mengadakan berbagai kegiatan yang berpusat pada masyarakat seperti
pengmas, mind set para maba itu akhirnya terkunci bahwa, "ooh, sebagai
mahasiswa, kita harus ikut berbagai kegiatan kemahasiswaan dan jangan melulu
urusan akademik".
Ada pula
mahasiswa yang sejak SMA sangat suka berorganisasi sampai-sampai ketika di
universitas, mereka bertekad untuk lebih mengembangkan kemampuan berorganisasi
mereka sehingga mereka berambisi untuk memegang amanah yang besar ataupun
amanah yang banyak. Bagi mereka, kehidupan kampus sangat terasa pada
keorganisasiannya. Kalau mahasiswa nggak ikut organisasi, rasanya seperti tubuh
tanpa jiwa, gitu lebaynya mah.
Namun, ada
satu fenomena yang biasa terlihat dari sebagian mahasiswa yang sangat aktif
berorganisasi. Fenomena tersebut adalah jebloknya nilai-nilai ujian mereka
alias menurunnya kinerja mereka di bidang akademik. Hal tersebut biasanya
terjadi karena para mahasiswa yang kinerja akademik mereka kurang baik
beranggapan bahwa di dunia kerja nanti, akademik bukanlah faktor utama karir
mereka, yang menjadi faktor penentu adalah pengalaman organisasi mereka.
Sayangnya, pemikiran mereka akan berakibat pada kurang pedulinya mereka
terhadap kegiatan akademik yang menyebabkan anjloknya IP mereka. Padahal, ada
yang kurang tepat dari pemikiran mereka. Memang akademik bukan satu-satunya
penentu karir, tetapi 'kan untuk bisa lolos seleksi berkas ke
perusahaan-perusahaan negara, dibutuhkan nilai IP yang memadai. Sebagian besar
malah meminta di atas 3. Setelah lolos, baru dari seleksi melalui wawancara
akan terlihat kemampuan berkomunikasi dan bahkan berorganisasi seseorang
tersebut. Kalau IP belum cukup, untuk lolos seleksi berkas saja jelas belum
bisa, apalagi lolos seleksi wawancara, hehee.
Adapun
mahasiswa yang meskipun aktif di berbagai kegiatan, himpunan, dan
kemahasiswaan, kinerja akademiknya masih memadai bahkan memuaskan. Hal tersebut
hanya bisa terjadi pada mahasiswa yang benar-benar dapat mengatur waktu dan
sangat mengerti prioritasnya sendiri sehingga tak mungkin dia akan melalaikan
apa yang sudah menjadi prioritasnya, dan mahasiswa yang seperti ini tentunya
bisa dihitung dengan jari.
Selain itu,
ada mahasiswa yang merasa kuliah itu sangat berharga sampai-sampai tak mungkin
menggeser prioritas kuliah untuk berada di selain nomor satu. Kuliah adalah
untuk belajar dan untuk mendapatkan nilai yang memuaskan sehingga setelah lulus
nanti, mereka berharap akan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang
menyejahterakan.
Untuk
mahasiswa yang mementingkan akademik dan menjadikan akademik sebagai prioritas
utama ataupun mahasiswa yang dapat mengatur kinerja akademiknya tetap baik,
mahasiswa tipe ini ada dua jenis. Yang pertama yaitu mahasiswa yang hanya
bertekad untuk mendapatkan gelar kelulusan cumlaude dengan IPK 4,0 ataupun IPK
"memuaskan" agar dapat bekerja di perusahaan BUMN dan mendapatkan
gaji yang besar, lalu mereka berharap akan mendapatkan tunjangan hari tua dan
dapat menghabiskan masa tua mereka dengan bahagia. Bagi mahasiswa tersebut,
belajar adalah untuk memenuhi tuntutan ujian. Bagaimanapun cara belajarnya,
saat ujian nanti, nilai ujiannya harus bagus. Jenis yang kedua adalah mahasiswa
yang kuliah untuk memenuhi rasa ingin tahunya, untuk lebih memahami ilmu-ilmu
alam semesta. Baginya, belajar merupakan kesenangan hati dan dia menikmatinya.
Dia tak hanya belajar untuk ujian, dia membaca buku-buku teks kuliah itu
kapanpun ia mau. Performanya di kelas sangat mengesankan karena dia begitu
bersemangat pada apa yang dibicarakan dosen dan dia bertanya untuk meluruskan
teori yang sudah ada dalam kepalanya. Baginya, ujian hanya menuliskan lagi apa
yang sudah dia mengerti.
Dari
perkataan dosen kimia fisik itu, tersirat bahwa beliau mempertanyakan
keberadaan mahasiswa jenis kedua tadi di kampus ITB. Beliau yang menempuh S-3
di Perancis tersebut berkata bahwa mahasiswa di kampus beliau dulu dan
mahasiswa di kampus ITB sekarang sangat berbeda. Tak ada yang namanya kegiatan
yang bejibun di sana, para mahasiswanya itu lebih banyak menghabiskan waktu
untuk berdiskusi ataupun berkegiatan di laboratorium, melaksanakan riset,
selain itu, hanya ngobrol-ngobrol dan ngopi seperti anak muda pada umumnya. ITB
adalah kampus teknik yang harapannya dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi berskala Internasional. Namun, pada kenyataannya, kajian yang
diadakan lebih banyak mengenai kemasyarakatan dan hal-hal selain ipteks. Dari manakah
paper-paper pengguncang para ilmuwan dunia kalau bukan dari mahasiswa jenis
kedua itu? Tanpa mereka, mau dibawa kemanakah ITB?
Komentar
Posting Komentar