Tentang Sebuah Komunitas
Baru kali ini aku merasa nyaman berada seorang diri dalam
suatu komunitas. Aku nyaman tidak terlibat dengan orang di dalamnya. Aku nyaman
dianggap tak ada padahal mereka melihatku. Itu semua karena aku sedang berada
dalam komunitas berisi orang-orang yang melampaui batas. Tak ada rasa ingin
berbaur sedikitpun. Aku tak ingin menjadi bagian dari mereka.
Mereka brutal. Mereka tak menerapkan kontrol diri dalam
perilaku mereka, seakan mereka bebas sebebas-bebasnya di dalamnya. Mereka mempertunjukkan
kegilaan dan kegemaran mereka terhadap sesuatu yang tabu, sesuatu yang semakin
lama disukai semakin menghancurkan moral. Di dalamnya tak ada batasan
norma-norma yang biasa berlaku dalam masyarakat, seakan mereka telah membentuk
masyarakat jahiliyah. Muslim dan non-muslim, laki-laki dan perempuan
berinteraksi layaknya tak ada Tuhan yang melihat mereka, setan menguasai
mereka. Laki-laki berubah menjadi perempuan, perempuan sengaja mengubah dirinya
menjadi laki-laki. Mereka mengakui tak ada perbedaan gender dalam komunitas
mereka. Semua diperlakukan sama. Itu artinya, seorang perempuan tak akan
dipandang sebagai seorang perempuan. Tak ada batasan sikap maupun kontak fisik.
Seorang perempuan di sana mengaku bahwa para laki-laki di sana tak akan berbuat
macam-macam pada perempuan-perempuannya karena orientasi seksual mereka telah
menyimpang. Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Mereka pun berkata
mereka memang melakukannya, atas dasar main-main dan seru-seruan, intinya
bercanda. Namun, aku tahu meskipun mereka bercanda, mereka memang melakukannya
atas dorongan nafsu. Memang ada beberapa orang dalam komunitas tersebut yang
kulihat mengetahui batasannya dan menjaga dirinya untuk tetap berada di dalam
batasnya. Aku mengagumi mereka dan bertanya mengapa mereka masih bertahan di
sini, mereka memang mempunyai tujuan yang ingin mereka capai karena itulah
mereka bersabar. Namun, aku kecewa, ternyata waktu dan lingkungan sudah
mengubah mereka. Meskipun sedikit, ternyata mereka memang sama dengan yang lainnya.
Tak ada yang menahanku untuk berada di sini lagi selain keinginan untuk
mengubah dan untuk terus memantau adik kelasku yang dengan malangnya menjadi
korban mereka.
Dulu, ketika aku belum tahu tentang eksistensi komunitas
ini, aku sedikit seperti mereka karena pengaruh teman masa kecilku. Aku tak
tahu bahwa hal tersebut adalah sesuatu yang tabu. Aku bercanda dengan temanku
membicarakan hal tesebut dan tertawa-tawa, biasa saja. Namun, setelah mengenal
mereka, aku jijik, aku muak mendengar mereka bercanda tentang hal yang dulu
pernah kujadikan candaan. Ketika aku baru masuk, mereka berkata, “Lama-kelamaan
kau pasti akan menjadi seperti kami”. Sayangnya tidak. Semakin lama aku bersama
kalian, melihat kalian, dan berkumpul bersama kalian, semakin aku ingin menutup
mata dan telingaku. Berkat kalian, aku menyadari apa yang dulu pernah kuanggap
biasa ternyata merupakan bagian dari budaya jahiliyah. Berkat kalian aku benci
dengan hal-hal tersebut.
Selama ini aku selalu mencari manfaat berada dalam komunitas
ini. Namun, semakin banyak aku tinggal, semakin sadar aku bahwa berada di sini
tak ada manfaatnya sedikitpun. Yang ada malah aku yang semakin takut akan
berubah melampaui batas seperti mereka. Aku memang sempat berpikir ingin
mengubah mereka agar menghindari perbuatan mereka yang melampaui batas. Namun,
di sisi lain aku pesimis, bisakah aku seorang diri mengubah mereka semua? Rasa
ingin mengubah dan rasa pesimis itu membuatku tak bisa memutuskan dengan tegas
untuk tetap berada di dalam komunitas ini atau keluar selamanya. Jika keluar,
mungkin aku akan menyesal karena tak dapat mengetahui lagi seluk-beluk mereka.
Jika tetap berada di sana aku tak akan merasa nyaman. Aku juga sadar bahwa
keluar tak akan mengubah apapun, hanya jiwa kerdilku yang akan merasa puas karena
telah keluar dari masalah, tak akan berurusan lagi dengan mereka. Namun, jiwaku
yang lainnya, yang menuntut musnahnya kemaksiatan, sangat bergejolak ingin
melawan mereka terang-terangan. Aku mengucap alhamdulillah masih diberi hati
nurani yang dengan cukup akurat menentukan mana yang hak dan yang bathil. Akhirnya
aku memutuskan untuk tak berbaur dengan mereka agar standar hati nuraniku tak
semakin menurun dan akan kutentang dengan keras dan tegas mereka.
Sungguh tak dapat dipahami, seseorang mestinya menyembunyikan
dan menutupi hal-hal tabu yang menarik hati mereka. Mereka akan malu pernah
memikirkannya dan menganggap itu merupakan suatu hal yang bagus. Mereka akan
mengucap “astagfirullah” dan memperbaiki pemikiran mereka yang sudah di luar
kewajaran itu. Namun mereka melakukan sebaliknya. Mereka senang dan bangga
membicarakannya. Tak ada rasa malu dan bersalah sedikitpun dalam diri mereka. Mereka
mengucap “alhamdulillah” karena menemukan makhluk yang sejenis. Semua ini
terlalu menjijikkan.
Sungguh ngeri manusia di akhir jaman ini. Aku berlindung
pada-mu ya Allah dari segala hal yang bathil. Jangan jadikan aku seperti mereka
ya Allah, jadikanlah aku dapat memerangi mereka. Aamiin ya robbal ‘alamiin.
Komentar
Posting Komentar