A Journey to Kuala Lumpur Part 1



Day 1 (Kamis, 6 September 2012)

Hari ini, kami sekeluarga kembali pergi ke luar negeri, setelah sebelumnya pergi ke Singapura, kali ini alhamdulillah ke Malaysia. Berharap pergi ke luar negeri karena beasiswa, aamiin. Ke Eropa atau ke Jepang mungkin? Hehe. Sayangnya (alhamdulillah banget ya harusnya? *plak) kali ini masih dalam rangka berlibur. Meskipun bepergian dengan budgeting, alhamdulillah sudah dua kali bisa pergi lintas negara, hehe.

Hari ini semua bolos, bolos kuliah, bolos sekolah, bolos kerja *eaa. Dengan surat ijin tentunya. Bangun subuh langsung siap-siap, dandan, de el el. Rencana pergi jam 9 pagi, tapi karena harus menjemput rekan kerja papa yang jadi penanggung jawab mobil selama kami pergi, akhirnya jam berangkat dimajukan jadi jam setengah 9. Sedikit buru-buru tapi akhirnya berangkat tepat waktu juga.

Sampailah kami di bandara Husein Sastranegara pada pukul setengah 11 lebih sedikit. Masih banyak waktu sebelum jam keberangkatan. Bahkan counter yang melayani penerbangan ke Kuala Lumpur saja belum buka, beuh. Akhirnya duduk-duduk, makan, foto-foto, dan pergi ke toilet jadi kegiatan selama menunggu. Setelah menyetorkan koper untuk dimasukkan ke bagasi, membayar airport tax sebesar Rp75.000, dan boarding pass kami disahkan, kami langsung memasuki ruang tunggu internasional. Rencana keberangkatan jam 12.15, tapi pesawat datang terlambat hingga akhirnya kami baru duduk nyaman di kursi penumpang Air Asia pada pukul 12.40. Sebenarnya tidak tenang kalau akan bepergian jauh tapi belum melaksanakan kewajiban alias shalat Dzuhur. Namun, karena terlambatnya pesawat yang bikin jam keberangkatan gak jelas, takutnya dipanggil ketika lagi shalat. Kami bertekad akan menggunakan jamak ketika sampai di tujuan nanti. Akhirnya dengan berbekal doa sebelum bepergian dan surat Al-Fatihah yang dilafalkan berulang-ulang, kami berharap semoga kami sekeluarga sampai di Kuala Lumpur dengan selamat. Aamiin ya Allah.

Meskipun sekarang pengalaman keduaku naik pesawat, aku masih tetap takut membayangkan bagaimana rapuhnya burung alumunium ini di angkasa tanpa ada yang menopang. Di tempat luas di mana hanya ada awan, burung, dan angin, apa saja bisa terjadi menimpa pesawat yang kunaiki ini. Jantung berdebar kencang ketika mesin pesawat airbus ini menderu kencang, mengumpulkan energi untuk membawa puluhan orang di atasnya terbang ke awan. Sedikit rasa mual kurasakan ketika perbedaan tekanan di sayap pesawat menyebabkan badan pesawat terangkat. Rasanya seperti naik lift berkecepatan tinggi. Namun, itu hanya awalnya, posisi dudukku yang di dekat jendela membuatku dapat langsung melihat apapun yang ada di balik jendela itu. Awan-awan putih dan abu-abu seperti kasur langsung menarik perhatianku layaknya anak kecil, hehehe. Kulanjutkan aktivitasku untuk menghabiskan waktu perjalanan ini dengan mengirimkan jari-jariku  menari di atas keyboard layar sentuh ipad papaku.

Lama menuliskan catatan perjalanan selama di atas awan, tak terasa awak pesawat memberi pengumuman bahwa kita akan segera tiba di bandara Kuala Lumpur LCCT. Waktu tepat menunjukkan pukul 14.45 ketika pesawat sudah menapakkan rodanya di lintasan. Karena waktu Malaysia lebih cepat satu jam daripada Indonesia, berarti sekarang pukul 15.45 waktu Malaysia. Sudah masuk waktu Ashar (sepertinya) dan kita masih harus menempuh 61 km lagi untuk mencapai hotel yang letaknya berada di pusat ibu kota atau disebut juga KL Central.

Turun dari pesawat, kulit yang asalnya merasa dingin karena tersentuh AC pesawat, langsung merasa panas karena kita langsung turun ke lapangan terbangnya. Kalau dulu ketika sampai di bandara Chang-I Singapura sih, kita langsung disambut dengan tangga lorong dari pintu pesawat hingga bandara, jadi kita sama sekali tidak merasakan panasnya udara luar. Hehe. Ternyata udara di Kuala Lumpur mirip-mirip lah dengan Jakarta, sumuk.


Di bandara LCCT Kuala Lumpur, fresh from the airbus

Masuk ke dalam bandara, udaranya berubah secara berkala, tidak lagi panas seperti tadi, tentu saja karena sudah kena AC lagi. Setelah antri dengan rapih, paspor kami diperiksa petugas bandara di sana. Petugasnya memelototi muka kami satu-persatu! Hii serem! Selanjutnya kami mengambil koper dan berjalan menuju money changer terdekat untuk mendapatkan Ringgit Malaysia.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, kami masih harus menempuh 61 km lagi untuk mencapai hotel. Maka dari itu, selesai urusan di bandara, kami langsung melanjutkan perjalanan ke check point berikutnya yaitu KL Central. Untuk sampai ke sana, kami menaiki Skybus yang merupakan bus khusus untuk penumpang Air Asia. Sebenarnya busnya sama saja dengan bus di Jakarta dan damri-damri di Bandung. Ketika naik dan bus mulai melaju, ada petugas yang menghampiri penumpang satu-persatu untuk menagih ongkos dan memberikan tiket. Ongkos perjalanannya sebesar 9 Ringgit Malaysia (RM 9) yang kalau dirupiahkan yaitu sebesar Rp31.500 dengan kurs 1 RM sama dengan Rp3500.

The Skybus
Inside the Skybus, so Damri hehe
Tiket Skybus
Karena bandara LCCT Kuala Lumpur berada di pinggir ibu kota, bus yang kami naiki membawa kami ke pusat kota melewati jalan tol. Lagi-lagi suasananya tidak ada yang berbeda dengan tol-tol di Indonesia. Pemandangan alam di kiri-kanan membuatku merasa nyaman dan segera memasuki alam mimpi.

Tersadar dari tidur, kulihat waktu sudah menunjukkan pukul 17.50 waktu Malaysia. Sudah satu jam berlalu sejak bus ini mulai melaju. Bus kami berhenti di terminal yang bisa dibilang kumuh dan tidak diperhatikan perawatannya. Terminal itu gelap dan banyak bahan bangunan di sana-sini seperti sedang direnovasi. Ternyata benar, setelah menanyakan ke supir taksi di sana, memang terminal itu sedang direnovasi untuk sekalian dibangun hotel bintang 4. Kalau memang lagi direnovasi, kenapa harus berhenti di terminal itu? Kan bisa menimbulkan ketidaknyamanan para turis. Rada kecewa juga dengan keadaan Malaysia yang seperti ini, ekspektasi kami tinggi sih pada awalnya.

Ceritanya sekarang belum bertemu dengan supir taksi. Ketika kami turun dari bus, kami langsung disambut supir taksi yang mencari penumpang. Langsung saja kami menanyakan tarif karena kami memang butuh transportasi untuk menempuh perjalanan yang masih 6 km lagi. Kata orang-orang yang sudah pernah kemari, taksi di sini tidak pakai argo sehingga kita harus pintar menawar. Dan tidak lupa juga, taksi di sini hanya bisa menampung maksimal 4 orang penumpang. Kalau lebih, ketika terjadi sesuatu, sang supir akan dimintai pertanggung jawaban lebih karena melanggar peraturan. Namun, setelah tawar-menawar dan "diskusi" sebentar, akhirnya kami berlima boleh naik sekaligus dengan tarif RM 50. Anehnya, ketika akan masuk taksi, ternyata di pintu penumpang ada tulisan, "Teksi ini menggunakan meter. Tawar menawar dilarang." Loh? Katanya ga ada argo? Ternyata menurut peraturan sih pakai argo, cuma supirnya aja yang gak mau. Toh memang ada alat argonya loh di dalam taksinya. Terus masalah jumlah maksimal penumpang, supirnya juga yang bandel, memang sih kita berlima boleh masuk, tapi dengan dikenakan biaya tambahan 1 orang yang kelebihan itu. Hemm -_-

Tulisan di pintu penumpang depan taksi
Sepanjang perjalanan menuju hotel, kami melihat pemandangan di kiri-kanan. Ternyata kondisinya tidak berbeda jauh dengan Indonesia, di samping gedung-gedung yang menjulang tinggi, terdapat sudut-sudut jalan kumuh yang dihiasi saputan-saputan pylox. Kondisi jalanan pun bisa dibilang cukup padat dan ada kemacetan di beberapa spot meskipun tidak separah Jakarta.

Di sudut kota KL, bangunan tak terawat
Tidak berapa lama kemudian, kami sampai di depan sebuah bangunan tinggi mewah yang mayoritas bermaterial kaca. Terlihatlah tulisan "Pacific Regency" di depannya. Oh iya, baru ingat kalau kita memesan hotel bintang lima. Setelah masuk ke dalamnya dan mengurusi administrasinya di resepsionis, kami segera mendapat kartu kamar dan segera mendatangi kamar kami. Melihat ruangan, kami langsung heran, bukannya kami memesan kamar dengan 2 tempat tidur? Kami langsung komplain tapi sayang menurut bellboynya sudah tidak ada lagi kamar yang kami maksud. Akhirnya kami terima saja kamar ini. Dengan sedikit tip, bellboy kami meninggalkan kamar.

Hotel Name Shoot
Sebentar kemudian, ada telepon yang memberitahukan bahwa kamar yang kami minta ternyata ada. Kami langsung pindah dari lantai 24 ke lantai 29. Sampai di sana, kami heran lagi, bukan kasurnya yang ada 2 melainkan ruangannya. Bedanya kamar ini dengan kamar sebelumnya adalah ada ruang TV dan ruang makan yang letaknya terpisah dengan kamar tidur. Setelah ditelisik dan ditelusuri, ternyata ada miskomunikasi dengan bellboynya. Kami menyebutkan tempat tidur sebagai bilik padahal bilik artinya ruangan. Jadi waktu kami bilang 2 bilik, yang tertangkap di pikiran bellboynya ya 2 ruangan *facepalm. Seharusnya minta 2 katil yang artinya 2 tempat tidur. Sekarang jadi dapat kosakata baru, bilik=kamar dan katil=kasur. Wkwkwk.

Kami segera eksplorasi kamar hotel suite ini. Katanya kamar ini luasnya 70 meter persegi. Itu luas banget parah deh kayaknya. Mengetahui luasnya sebesar itu dan dari nama hotelnya yang ada kata  "regency"-nya kayaknya kamar ini lebih cocok disebut apartemen daripada kamar. Satu kamar tidur dengan satu double bed dan TV plasma, satu kamar mandi lengkap dengan bathtub, shower, dan toilet (toilet ini artinya satu ruangan di mana terdapat lemari yang masuk ke dalam dinding itu lho), dan satu ruang keluarga yang bersambung dengan ruang makan dan kitchen cabinet. Itu sangat mewah layaknya apartemen.

Baru sebentar saja berdiam di kamar, rasanya sudah kerasan. Akhirnya kami banyak menghabiskan waktu di sini untuk beristirahat, shalat, dan menikmati cemilan dan teh sambil nonton. Kami pergi lagi pukul 20.45 menuju ke Petronas Twin Tower dan Suria Mall dengan berjalan kaki karena jaraknya hanya 1 km dari hotel. Sepanjang perjalanan menuju ke sana, kami melewati jalanan yang ramai dengan cafe dan pub-pub di pinggir jalan. Sungguh sangat disayangkan melihat pub-pub yang isinya dugem dan miras sangat terekspos seakan memberi "welcome" yang sangat lebar pada warga segala umur gegara musik dugemnya yang terdengar sampai jalanan. Padahal pelajar-pelajar di sini hampir semuanya berpakaian tertutup dengan jilbab dan seragam yang panjang.

Selagi jalan dan asyik memotret-motret keadaan sekitar dan juga Petronas Twin Tower dari jauh, tiba-tiba ada seorang Sales Promotion Boy bermuka India yang cukup menarik dan ganteng menurut adik saya, hihihi, menyapa kami dengan kalimat "Hi, baby! How are you?" yang langsung dibalas adik saya dengan "I'm fine" tapi dengan poker face yang berkata 'Leave me alone'. Dalam hati aku berkata, 'Jadi begitu caranya menarik pelanggan?' Yah, begitulah Kuala Lumpur di malam hari.

KL Tower di malam hari

Jalanan KL di malam hari, tak luput dari peminta-minta

Sampai di sana kami langsung masuk ke Suria Mall. Rencananya kami ke sana ingin membeli souvenir, tapi mall ini rada gak cocok buat beli souvenir, isinya yaa seperti mall pada umumnya dan barang-barangnya branded dan mahal pastinya. Akhirnya kami menuju food court dan memesan sedikit makanan dan dessert. Tidak lupa juga membeli makanan berat untuk sarapan besok pagi yang kami beli di stall yang menjual masakan Indonesia. Stall itu tampilannya kayak warteg gitu, yang melayani juga orang Surabaya lagi. Hehe. Dulu waktu di Singapura juga sama, di mall selalu ada stall masakan Indonesia yang tampilannya kayak warteg, bayar berdasarkan lauk yang diambil. Keren gak sih? Warteg Indonesia kalau di luar negeri jadi masuk mall. Mantep dah. Hehehe. Oya, tau gak? Orang luar kalau ditanya tempat jual masakan Indonesia selalu merujuk ke nasi padang. Mungkin nasi padang memang yang paling terkenal buat mereka. Dan memang benar, saking terkenalnya, rendang yang kami beli di warteg mall tadi *eaa* memang enak!

Tanpa buang waktu lagi, kami bergegas ke Petronas Twin Tower. Kok malem-malem? Memang rencana kami ke sini malam-malam itu untuk survey tempat dan cari informasi kok, tentunya dengan sedikit foto-foto untuk mendapat pemandangan Tower di malam hari. Ternyata kalau di sini, kita tidak diperbolehkan berfoto menggunakan tripod karena memang begitulah peraturannya. Setelah mendapatkan informasi yang diperlukan, kami pulang ke hotel dengan taksi tanpa argo yang mahal, padahal cuma 1 km jaraknya tapi ongkosnya RM 18. Setelahnya kami beristirahat dan mengumpulkan tenaga untuk besok.

Petronas Twin Tower di malam hari

In front of Gate 1 Petronas Twin Tower

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 2

Handwriting Analysis (Analisis Tulisan Tangan/Grafologi) Bagian 1

Senna's VBAC Story